Sabtu, 04 Oktober 2014

Aku, Malam Idul Adha, dan Telepon Kita

Sial. Penyakitku tak kunjung sembuh. Ya, penyakit yang entah datang dari mana, yang akhir akhir ini semakin menjadi jadi. Bukan penyakit biasa, karena penyakitku ini tak terdiagnosa.
Ku pikir penyakitku ini sudah ada semenjak aku SMA. Hanya saja, tak separah saat ini.
Bukan, ini bukan penyakit fisik. Aku tak tau, benar benar tak tau apa penyakitku ini. Rasanya pilu benar diriku ini. Menangis, tak tau apa yang di tangisi. Sakit rasanya hati ini tapi tak tau apa yang membuatnya sakit.

Malam ini, takbir berkumandang. Piluku yang semenjak senja itu tak kunjung padam. Bahkan kini air mata yang mengucur, bukannya memadamkan, malah menjadikannya lebih menyakitkan. Takbir, takbir, takbir. Di mana mana takbir. Suara itu menambah piluku.
Bukan, bukannya aku rindu kampung halamanku atau pun merindukan sesuatu. Tiada pula aku inginkan sesuatu. Beban pikiran pun tiada. Tapi rasanya sakit hati ini.

Telepon. Ku pinta mereka yang tiada lagi bersamaku selepas senja itu menelponku. Sungguh aku ingin berbagi penyakitku ini dengan mereka. Ya, kami berbicara bertiga suara, tapi mulut pun tak kunjung menyuarakan penyakit yang kuderita. Basa basi terlalu memuakkan. Tapi begitu yang mulut inginkan. Aku sadar, tiap tiap jiwa berderita, masihkah tega kubagi derita dengan mereka?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar